Wajahku merah padam. Bokep brazzers Si Junior melemah. Benarkan kesempatan itu lewat. Ah masa bodo. Angin menerobos dari jendela. Aku meringis merasai sentuhan kulit jarinya. Sekali. Bergantian Wien kini telentang.“Pijit saya Mas..!” katanya melenguh.Kujilati payudaranya, ia melenguh. “Si Nina, yang tadi. Lalu ngomong apa? Aku memandang ke arah lain mengindari adu tatap. Lalu memegang pahaku, “Yang mana..?”Yes..! Kali ini lebih bertenaga dan aku memang benar-benar pegal, sehingga terbuai pijitannya.“Telentang..!” katanya.Kuputuskan untuk berani menatap wajahnya. Ia malah melengos. Keringatnya meleleh seperti yang kulihat sekarang. Aku tidak menjepit tubuhnya. Ia menyentuhnya. Shit! Ayo cepat ia hampir selesai membersihkan belakang paha. Aku berhasil. Ke bawah lagi: Turun. “Siapa Mbak..?” kataku sambil menancapkan Junior amblas seluruhnya. Kemudian menyerahkan celana pantai.“Mbak Wien, pasien menunggu,” katanya.Majalah lagi, ah tidak aku harus bicara padanya. Tapi tidak apa-apa toh tipuan ini membimbingku ke ‘alam’ lain.Dulu aku paling anti masuk salon.
