Sambil tanganku mengelus-elus kedua paha Ningsih yang terkangkang, aku menggoda, “Kalau sama Ndoro, Ningsih ngasih yang beneran atau cuma diemut..?”
Pipi Ningsih kini merah padam, “Mmm… memangnya Ndoro mau sama Ningsih? Bokep stw mmm… burungnya… mau Ningsih emut dulu nggak..?” tanya gadis itu diantara nafasnya yang terengah-engah. Merasa kejantananku sudah cukup gagah, kusuruh Ningsih mengambil pisau cukur di atas meja, lalu kembali ke atas ranjang. Ndoroo.., Ningsih pengen pipis.. Nggolo (ndoro)..! Tersipu-sipu Ningsih membuang wajah dan menutupi payudaranya dengan telapak tangan. Ningsih… pipiiii… iiis! Payudaranya yang bulat dan kenyal berguncang menekan dadaku saat gadis itu memeluk erat tubuh majikannya, dan kemaluannya yang begitu rapat bergerak mencucup-cucup.Berpura-pura marah, aku menghentikan genjotannya dan menarik kejantananku keluar dari tubuh Ningsih. Seharian penuh bersidang memang membutuhkan stamina yang prima. Kedua pahanya yang sehari-hari biasanya disilangkan rapat-rapat, kini terkangkang lebar, sementara liang kemaluannya tanpa dapat ditahan-tahan berdenyut mencucup kejantananku yang begitu perkasa menggagahinya.