“Ayo bangun, cepat mandi, pakai pakaian terbaik kalian, setelah itu kalian harus berkumpul di aula. Bokep montok Yayasan Bunda Erika, aku membacanya di sebuah papan nama di depan pintu masuk bangunan itu. Sensasi yang tidak pernah kurasakan sebelumnya. Dia memperhatikanku sejenak dan senyuman misterius itu hadir lagi.Dia pun membungkukkan tubuhnya,
“Hey, tukang ngintip cilik. Ya kan, setan cilik?”
Mukaku bersemu merah, tapi terlalu takut untuk berbicara, tubuhku bergetar hebat. “Emm..” aku tidak berani bilang kalau aku merasa sakit. Sepuluh menit setelah itu, Erik terlihat kejang sesaat sambil mengerang tertahan. Kamu tidak harus memanggil aku ‘ayah’ atau sebutan lainnya, panggil saja aku Erik.”
Sambil mengalihkan pandangannya ke temannya, dia melanjutkan,”Nah.., ini adalah temanku, namanya Tomi.”
Akupun menyunggingkan senyuman ke arah Tomi yang membalasku dengan senyuman hangat.Aku sama sekali tidak percaya bahwa ternyata Erik tinggal sendirian di rumah megah seperti ini dan masih berusia 24 tahun saat itu.




















