Beberapa jam yang lalu aku masih melihat tawa di wajahnya, senyumnya. Bokep montok “The hell,” desisku. “My God,” desahku tanpa sadar. Kupejamkan mataku. Ia hanya balas menatapku dengan alis terangkat seolah mengulangi pertanyaan yang baru diajukannya. Aku merasa malu sendiri. Ia menarik bibirnya, tersenyum dan berkata, “Aku tidak melakukan sesuatu yang salah, bukan?”
Aku tak tahu harus berkata apa. Kulebarkan pahanya, dan sambil memegang batang kemaluanku dengan satu tangan, kutekan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya. Kami saling terpaku beberapa saat, sebelum akhirnya ia berkata, lebih mirip desis gusar,
“Kamu hanya mau diam begitu?”
“Sial,” makiku. Ketika kuhampiri, ia tersenyum padaku. Kupejamkan mataku, menghisap buah dadanya, dan memainkan jemariku. Setelah itu ia berpaling menatap ke luar jendela samping. Kulihat ia memperhatikan rumah kecilku dengan seksama. Kupikir, mungkin masih ada kesempatan bagiku memperbaiki keadaan sebelum ia turun dari mobilku. Tak ada satupun yang membuka pembicaraan. Kuraih batang kemaluanku dan menariknya keluar, persis seperti yang sering kusaksikan di film-film blue.
