Hawin datang. Hari itu memang masih pagi, baru pukul 11.00 siang, belum ada yang datang, baru aku saja.Aku menanti dengan debaran jantung yang membuncah-buncah. Indo bokep Kaki disandarkan di dinding. Dia mau pulang dulu ngeliat orang tuanya sakit katanya sih begitu,” kata Hawin.Setelah beberapa lama menyodoknya, “Terus dong Yang. Yes.., akhirnya. Toh masih ada hari esok.Aku bergegas naik angkot yang melintas. Mengapa kancing baju cuma tujuh?Hah, aku ada ide: toh masih ada kancing di bagian lengan, kalau belum cukup kancing Bapak-bapak di sebelahku juga bisa. Menantang dengan mata genit sambil mendekati pintu salon.Ia kerja di sana? Astaga. Aku meringis menahan sensasasi yang waow..! Paling tidak aku dapat melihat leher yang basah keringat karena kepayahan memijat. Tidak pasang wajah perangnya.“Kayak kemarinlah..,” ujarnya sambil mengangkat tabloid menutupi wajahnya.Begitu kebetulankah ini? Sudah tiga tahun, benda ini tak kurasakan Sayang. Tapi mengelap dengan handuk hangat sisa-sisa cream pijit yang masih menempel di tubuhku.
